·
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipotiroidisme merupakan suatu sindroma klinis akibat penurunan produksi dan sekresi hormon tiroid. Hal tersebut akan mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh dan penurunan glukosaminoglikan di interstisial terutama dikulit dan otot. Hipotiroidisme biasanya disebabkan oleh proses primer dimana jumlah produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid tidak mencukupi. Dapat juga sekunder oleh karena gangguan sekresi hormon tiroid yang berhubungan dengan gangguan sekresi Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang adekuat dari kelenjar hipofisis atau karena gangguan pelepasan Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus (hipotiroid sekunder atau tersier). Manifestasi klinis pada pasien akan bervariasi, mulai dari asimtomatis sampai keadaan koma dengan kegagalan multiorgan (koma miksedema). Insidensi hipotiroidisme bervariasi tergantung kepada faktor geografik dan lingkungan seperti kadar iodium dalam makanan dan asupan zat goitrogenik. Selain itu juga berperan faktor genetik dan distribusi usia dalam populasi tersebut. Diseluruh dunia penyebab hipotiroidisme terbanyak adalah akibat kekurangan iodium. Sementara itu dinegara-negara dengan asupan iodium yang mencukupi, penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun. Di daerah endemik, prevalensi hipotiroidisme adalah 5 per 1000, sedangkan prevalensi hipotiroidisme subklinis sebesar 15 per 1000.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum :
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk :
a. Mengetahui dan memahami mengenai definisi penyakit hipotiroidisme.
b. Mengetahui dan memahami mengenai gambaran hipotiroidisme.
c. Mengetahui dan memahami mengenai penyebab penyakit hipotiroidisme.
d. Mengetahui dan memahami mengenai patofisiologi penyakit hipotiroidisme.
e. Mengetahui dan memahami mengenai gejala dan diagnosa penyakit hipotoroidisme.
f. Mengetahui dan memahami mengenai penatalaksanaan selama kehamilan.
2. Tujuan khusus :
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk :
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Medical Science.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid terutama tiroksin (T4) dan triiodothyronine (T3). Kedua hormon ini penting karena mereka ada di hampir setiap sel tubuh dan membantu dalam mengatur metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.
Hipotiroidisme terjadi karena penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan tubuh akan hormon-hormon tiroid.
Jenis Hipotiroidisme
Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme mengalami hipotiroidisme primer atau tiroidal yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri. Apabila disfungsi tiroid disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis hipotalamus atau keduanya hipotiroidisme sentral (hipotiroidisme sekunder) atau pituitaria, maka disebut hipotiroidisme tersier.
1. Primer
Goiter : Tiroiditis Hashimoto, fase penyembuhan setelah tiroiditis, defisiensi yodium
Non-goiter : destruksi pembedahan, kondisi setelah pemberian yodium radioaktif atau radiasi eksternal, agenesis, amiodaron
2. Sekunder : kegagalan hipotalamus (↓ TRH, TSH yang berubah-ubah, ↓ T4 bebas) atau kegagalan pituitari (↓ TSH, ↓ T4 bebas)
B. Gambaran Anatomi Hipotiroidisme
C. Etiologi
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negative oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
Sejauh ini penyebab hipotiroidisme tersering di Amerika Serikat adalah gangguan autoimun yang dikenal sebagai tiroiditis Hashimoto. Penyebab umum hipotiroidisme disebutkan dalam tabel berikut:
Penyebab Hipotiroidisme
Primer
Tiroiditis autoimun (tiroiditis Hashimoto)
Radiasi kepala atau leher
Terapi radioion untuk penyakit Graves
Tiroidektomi
Defisiensi yodium
Pengobatan (misal litium, amiodaron, tiourea, interferon alfa, interleukin)
Skleroderma
Amiloidosis
Defek enzim
Sekunder
Penyakit hipofisis
Penyakit hipotalamus
Penyebab hipotiroidisme tersering antara lain:
1. Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis autoimun, terjadi akibat adanya autoantibodi yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal. Penyebab tiroiditis autoimun tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetik untuk mengidap penyakit ini. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi. Tubuh menyerang kelenjar tiroid karena menganggapnya sebagai sel asing sehingga pada akhirnya sel-sel dalam kelenjar tiroid mati dan tidak dapat menghasilkan hormon tiroid. Mengapa ini terjadi, belum diketahui, tetapi sering diturunkan dalam keluarga dan berkaitan dengan penyakit autoimun lainnya seperti diabetes tipe 1 dan lupus atau sindrom sjogren;
2. Mengalami kehilangan jaringan tiroid. Biasanya terjadi secara sekunder akibat penyinaran (radiasi) atau operasi kelenjar tiroid yang dilakukan sebagai pengobatan hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme.
3. Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodium terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam usaha untuk menyerap sernua iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik. Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa). Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di negara terbelakang.
4. Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat meningkatkan risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.
5. Adanya kelainan kongenital, yaitu bayi yang lahir tanpa kelenjar tiroid atau kelenjar tiroidnya tidak berfungsi normal; dan
6. Mengonsumsi obat-obatan, contohnya lithium yang sering digunakan untuk terapi gangguan mood.
Hipotiroidisme lebih sering terjadi diantara wanita daripada pria, dan insidennya meningkat sejalan pertambahan usia. Riwayat keluarga yang positif juga meningkatkan resiko seseorang. Menguji wanita berusia 50 tahun atau lebih dan mereka dengan profil lipid tidak normal adalah pertimbangan yang masuk akal, prevalensi penyakit ini pada orang tua mungkin mencapai 10 %.
Kondisi hipotiroid dapat diakibatkan oleh penyebab primer, dari kegagalan kelenjar memproduksi hormon yang adekuat, atau sekunder, dari penyakit hipofisis atau hipotalamus. Dalam hipotiroid primer, TSH akan meningkat. Jika asal masalahnya diantara aksis hipotalamus-hipofisis, TSH akan rendah.
D. Patofisiologi
Patofisiologi hipotiroidisme didasarkan atas masing-masing penyebab yang dapat menyebabkan hipotiroidisme, yaitu :
1. Hipotiroidisme sentral (HS)
Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena adanya kegagalan hipofisis, maka disebut hipotiroidisme sekunder, sedangkan apabila kegagalan terletak di hipothalamus disebut hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena tumor hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya karena desakan tumor, gangguan virus, sakit kepala, tetapi juga karena produksi hormon yang berlebih (ACTH penyakit Cushing, hormon pertumbuhan akromegali, prolaktin galaktorea pada wanita dan impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon akibat desakan tumor hipofisis lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain, dan TSH.
2. Hipotiroidisme Primer (HP)
Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang akibat anatomi kelenjar. Jarang ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak dari hipotiroidisme kongenital di negara barat. Umumnya ditemukan pada program skrining massal. Kerusakan tiroid dapat terjadi karena, 1. Operasi, 2. Radiasi, 3. Tiroiditis autoimun, 4. Karsinoma, 5. Tiroiditis subakut, 6. Dishormogenesis, dan 7. Atrofi
Pascaoperasi. Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal atau total. Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan hipotiroidisme. Strumektomi subtotal M. Graves sering menjadi hipotiroidisme dan 40% mengalaminya dalam 10 tahun, baik karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang mendasarinya.
3. Pascaradiasi.
Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan lebih dari 40-50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI pada nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar <5%. Juga dapat terjadi pada radiasi eksternal di usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun tergantung juga dari dosis radiasi.
Tiroiditis autoimun. Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan antibodi antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin, Atg-Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Faktor predisposisi meliputi toksin, yodium, hormon (estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi kortikosteroid), stres mengubah interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada kasus tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis Hashimoto tidak permanen.
4. Tiroiditis Subakut (De Quervain).
Nyeri di kelenjar/sekitar, demam, menggigil. Etiologi yaitu virus. Akibat nekrosis jaringan, hormon merembes masuk sirkulasi dan terjadi tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme sepintas.
5. Dishormogenesis.
Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses hormogenesis. Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat maka kasus sudah dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada defek ringan, baru pada usia lanjut.
6. Karsinoma.
Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat jarang.
7. Hipotiroidisme sepintas.
Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40% kasus mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi substitusi. Pada neonatus di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka beresiko mengalami gangguan perkembangan saraf.
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat pengangkatan kelenjar tiroid dan pada pengobatan tirotoksikosis dengan RAI. Juga terjadi akibat infeksi kronis kelenjar tiroid dan atropi kelenjar tiroid yang bersifat idiopatik.
Prevalensi penderita hipotiroidisme meningkat pada usia 30 sampai 60 tahun, empat kali lipat angka kejadiannya pada wanita di bandingkan pria. Hipotiroidisme kongenital di jumpai satu orang pada empat ribu kelahiran hidup.
Jika produksi hormon tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya sebagai respons terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh. Proses metabolik yang dipengaruhi antara lain :
a. Penurunan produksi asam lambung (aclorhidia)
b. Penurunan motilitas usus
c. Penurunan detak jantung
d. Gangguan fungsi neurologik
e. Penurunan produksi panas
Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosklerosis Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga pleura, cardiak dan abdominal sebagai tanda dari mixedema. Pembentukan eritrosit yang tidak optimal sebagai dampak dari menurunnya hormon tiroid memungkinkan klien mengalami anemi.
E. Gejala dan Diagnosa
Spektrum gambaran klinik hipotiroidisme sangat lebar, mulai dari keluhan cepat lelah atau mudah lupa sampai gangguan kesadaran berat (koma miksedema). Dewasa ini sangat jarang ditemukan kasus-kasus dengan koma miksedema. Gejala yang timbul pada penderita hipotiroidisme antara lain ekspresi wajah menjadi tumpul, suara serak dan berbicara menjadi lambat, kelopak mata menutup, mata dan wajah menjadi bengkak.
Banyak penderita hipotiroidisme mengalami penambahan berat badan, sembelit, dan tidak tahan terhadap cuaca dingin. Rambut menjadi tipis juga kasar dan kering, kulit menjadi kasar, kering, bersisik, dan menebal. Banyak penderita yang mengalami sindrom terowongan karpal. Denyut nadi melambat, telapak tangan dan telapak kaki tampak agak oranye (karotenemia), dan alis mata bagian samping mulai rontok.
Beberapa penderita hipotiroidisme, terutama yang berusia lanjut, menjadi pelupa, bingung bahkan pikun. Apabila tidak diobati, pada akhirnya akan terjadi anemia dan gagal jantung. Keadaan ini dapat berkembang menjadi koma (koma miksidema). Pada keadaan ini, pernafasan menjadi lambat, penderita mengalami kejang, dan aliran darah ke otak berkurang.
Organ / Sistem Organ Gejala/Keluhan/Kelainan
Kardiovaskuler Bradikardia
Gangguan kontraktilitas
Penurunan Curah jantung
Kardiomegali (paling banyak disebabkan oleh efusi perikard)
Respirasi Sesak dengan aktivitas
Gangguan respon ventilasi terhadap hiperkapnia dan hipoksia
Hipoventilasi
Sleep apnea
Efusi Pleura
Gastrointestinal Anoreksia
Penurunan peristaltik usus
konstipasi kronik, impaksi feses dan
ileus
Ginjal (air dan elektrolit) Penurunan laju filtrasi ginjal
Penurunan kemampuan ekskresi kelebihan cairan ¬-> intoksikasi
cairan dan hiponatremia
Hematologi Anemia, disebabkan:
Gangguan sintesis hemoglobin karena defisiensi tiroksin
Defisiensi besi karena hilangnya besi pada menoragia dan
gangguan absorbsi besi
Defisiensi asam folat karena gangguan absorbsi asam folat
Anemia pernisiosa
Neuromuscular Kelemahan otot proksimal
Berkurangnya refleks
Gerakan otot melambat
Kesemutan
Psikiatri Depresi
Gangguan memori
Gangguan kepribadian
Endokrin Gangguan pembentukan estrogen gangguan ekskresi FSH dan
LH, siklus anovulatoar, infertilitas, menoragia
Koma miksedema merupakan salah satu keadaan klinis hipotiroidisme yang jarang dijumpai dan merupakan merupakan keadaan yang kritis dan mengancam jiwa. Terjadi pada pasien yang lama menderita hipotiroidisme berat tanpa pengobatan sehingga suatu saat mekanisme adaptasi tidak dapat lagi mempertahankan homeostasis tubuh. Koma miksedema ditegakkan dengan :
1. Tanda dan gejala klinis keadaan hipotiroidisme dekompensata.
2. Perubahan mental, letargi, tidur berkepanjangan (20 jam atau lebih).
3. Defek termoregulasi, hipotermia.
4. Terdapat faktor presipitasi : kedinginan, infeksi, obat-obatan (diuretik, tranguilizer, sedatif, analgetik), trauma, stroke, gagal jantung, perdarahan saluran cerna.
Pemeriksaan fisik menunjukkan tertundanya pengenduran otot selama pemeriksaan refleks. Penderita tampak pucat, kulitnya kuning, pinggiran alis matanya rontok, rambut tipis dan rapuh, ekspresi wajahnya kasar, kuku rapuh, lengan dan tungkainya membengkak serta fungsi mentalnya berkurang. Tanda-tanda vital menunjukkan perlambatan denyut jantung, tekanan darah rendah dan suhu tubuh rendah. Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran jantung. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya menunjukkan kadar T4 yang rendah dan kadar TSH yang tinggi.
Hipotiroidisme umumnya lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan angka kejadian hipotiroidisme primer di Amerika adalah 3,5 per 1000 penduduk untuk wanita dan 0,6 per 1000 penduduk untuk pria. The Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) yang melakukan survey pada 17.353 individu yang mewakili populasi di Amerika Serikat melaporkan frekuensi hipotiroidisme sebesar 4,6% dari populasi (0,3% dengan klinis jelas dan 4,3% sub klinis). Lebih banyak ditemukan pada wanita dengan ukuran tubuh yang kecil saat lahir dan indeks massa tubuh yang rendah pada masa kanak-kanak. Dan prevalensi hipotiroidisme ini lebih tinggi pada ras kulit putih (5,1%) dibandingkan dengan ras hispanik (4,1%) dan Afrika-Amerika (1,7%). Hipotiroidisme merupakan suatu penyakit kronik yang sering ditemukan di masyarakat. Diperkirakan prevalensinya cukup tinggi di Indonesia mengingat sebagian besar penduduk bermukim didaerah defesiensi iodium. Sebaliknya di negara-negara Barat, penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun. Gejala-gejala klinis hipotiroidisme sering tidak khas, juga dapat ditemukan pada orang normal atau penyakit-penyakit lain, maka untuk menegakkan diagnosisnya perlu diperiksa fungsi tiroid. Pemeriksaan faal tiroid yang sudah tervalidasi adalah kadar TSH dan FT4 (Free Thyroxine). Kesalahan dalam mendiagnosis hipotiroidisme dapat berakibat berbagai efek yang tidak diinginkan oleh terapi hormon tiroid, sementara penyakit dasar yang sebenarnya tidak terdiagnosis. Tindakan operasi pada pasien dengan penyakit tiroid hampir semua bersifat elektif, mengingat risiko kematian perioperatif meningkat pada pasien dengan penyakit tiroid yang tidak terkontrol atau tidak terdiagnosis. Selain pengaruhnya yang dominan pada sistem kardiovaskular, hipotiroidisme juga mempengaruhi pemberian obat-obat anestesi akibat peningkatan atau penurunan bersihan dan volume distribusi obat pada kondisi hipometabolisme.
F. Penatalaksanaan selama Kehamilan
PENANGANAN UMUM
• Berkaitan dengan tingginya angka kejadian infertilitas, wanita dengan hipotiroid lebih banyak ditatalaksana untuk hamil.
• Angka keberhasilan fertilitas sangat rendah.
• Penatalaksanaan kasus ini lebih banyak ke arah peningkatan kualitas hidup wanita secara umum.
• Penanganan dilakukan secara interdisipliner.
PENILAIAN KLINIK
• Gejala umum yang ditemukan adalah kelelahan, anoreksia dan berat badan yang cenderung menurun.
• Sekitar 5% dari kasus hipotiroid, tidak menunjukkan peningkatan antibodi mikrosomal, anti trogobulin, penghambat TSH, pemicu pertumbuhan dan sitotoksik.
• Kadar T4 serum dan T4 bebas di bawah normal dan diagnosis hipotiroid mengandalkan pengukuran konsentrasi TSH dan kadar T3 serta T4.
• Pada pemeriksaan kulit terasa kasar, kering dan dingin. Suara agak tinggi, kadang-kadang terdengar ronkhi. Reflkeks fisiologis, daya pikir dan bicara agak lambat. Sering dijumpai retensi cairan pada jaringan longgar. Pada kondisi yang berat¸dapat timbul hipotermia, hipoventilasi, bradikardia, amenorea dan depresi.
Gejala tiroiditis Hashimoto acapkali menjadi lebih baik. Akan tetapi, peningkatan produksi TSH dapat menimbulkan pembesaran kelenjar hipofise. Kehamilan pada wanita dengan hipotiroidisme yang tidak diobati akan menghadapi resiko yang lebih besar untuk mengalami abortus dan prematuritas, kendati keadaan ini dapat disebabkan oleh peningkatan kerentanan yang mnyertai penyakit tersebut terhadap serangan infeksi (Fitzgerald, 1995). Perkembangan neurologis neonatus yang subnormal dan IQ yang rendah pada bayi berkaitan dengan hipotiroidisme yang tidak diobati pada kehamilan (Hague, 1995). Hipertensi karena kehamilan merupakan komplikasi yang terjadi pada 22-24 persen kehamilan yang dialami oleh wanita dengan hipotiroidisme (Mantoro, 1997). Sebagian gambaran hipotiroidisme (kenaikan berat badan, perasaan lelah, letargi, konstipasi, goitre, retensi cairan, gangguan daya ingat, dan nyeri persendian) mudah dikelirukan dengan kehamilan yang normal; karena itu, TFT (tes faal tiroid) sangat penting untuk menegakkan diagnosis. (Pada hipotiroidisme, TSH akan meninggi dan konsentrasi tiroid bebas menurun).
Hipotiroidisme diobati dengan terapi sulih hormon tiroksin. Jika pasien mendapatkan preparat tiroksin dengan dosis berlebihan, tanda dan gejala hipertiroidisme akan muncul. Tiroksin tidak melintasi plasenta. Walaupun sebagian penulis menyatakan bahwa kebanyakan wanita yang berada dalam keadaan eutiroid pada saat terjadinya pembuahan tidak memerlukan pengaturan dosis selama kehamilan (Girling, 1996), namun sebagian lainnya menekankan pentingnya pemantauan fungsi tiroid secara teratur dan memperkirakan terjadinya peningkatan kebutuhan tiroksin selama kehamilan (Monotoro, 1997). Ensefalopati neonatal dengan gejala sisa yang permanen dapat terjadi lebih sering pada ibu hamil denagn hipotiroidisme yang tidak mendapatkan pemantauan secara teratur selama kehamilannya (Badawi et al, 2000). Dianjurkan untuk melakukan minimal satu kali TFT yang penuh dalam setiap trimester (Hague, 1995).
Ibu hamil dengan hipotiroidisme biasanya sensitif terhadap preparat oploid dan dapat jatuh ke dalam keadaan stupor atau meninggal dunia jika diberikan preparat oploid dengan dosis rata-rata, misalnya 50 mg petidin, untuk meredakan rasa nyeri dalam persalinan (Malseed et al, 1995)
Hipotiroidisme akan disertai dengan depresi postpartum yang dapat terjadi setiap saat dalam waktu satu tahun sesudah melahirkan (Campbell & Lees, 2000). Pemberian ASI bukan kontraindikasi untuk terapi sulih hormon tiroid.
Tes faal tiroid (TFT) diperlukan pada wanita dengan depresi postpartum mengingat keadaan hipotiroidisme dapat diatasi dengan mudah.
Hipotiroidisme yang tidak diobati akan menyebabkan kegagalan dalam pemberian ASI (laktasi). Jika keadaan ini dicurigai, TFT harus dilakukan.
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena. Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormon tiroid buatan T4. Bentuk yang lain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan). Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita. Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon tiroid. Apabila penyebab hipotiroidisme berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid terutama tiroksin (T4) dan triiodothyronine (T3). Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus Spektrum gambaran klinik hipotiroidisme sangat lebar, mulai dari keluhan cepat lelah atau mudah lupa sampai gangguan kesadaran berat (koma miksedema). Jika fungsi tiroid terkontrol dengan baik, hasil akhir kehamilan cenderung baik pula. Akan tetapi, penyakit tiroid yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan retardasi pertumbuhan intrauteri, partus prematurus, peningkatan mortalitas perinatal atau kelainan kongenital.
B. Saran
Profesional kesehatan termasuk bidan harus memahami berbagai manifestasi kelainan tiroid yang sering membingungkan, dan melaksanakan pemeriksaan fungsi tiroid segera.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, Mutaroh., Zely Indahaan.,dkk. 2010. Ensiklopedi kesehatan untuk umum. Jogjakarta: Ar-ruzz Media
Jordan, Sue. 2002. Farmakologi Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Varney, Helen.,dkk. 2003. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
http://yayansrisuryani09157.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-klien-dengan_26.html
http://medicastore.com/penyakit/125/Hipotiroidisme.html
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipotiroidisme merupakan suatu sindroma klinis akibat penurunan produksi dan sekresi hormon tiroid. Hal tersebut akan mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh dan penurunan glukosaminoglikan di interstisial terutama dikulit dan otot. Hipotiroidisme biasanya disebabkan oleh proses primer dimana jumlah produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid tidak mencukupi. Dapat juga sekunder oleh karena gangguan sekresi hormon tiroid yang berhubungan dengan gangguan sekresi Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang adekuat dari kelenjar hipofisis atau karena gangguan pelepasan Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus (hipotiroid sekunder atau tersier). Manifestasi klinis pada pasien akan bervariasi, mulai dari asimtomatis sampai keadaan koma dengan kegagalan multiorgan (koma miksedema). Insidensi hipotiroidisme bervariasi tergantung kepada faktor geografik dan lingkungan seperti kadar iodium dalam makanan dan asupan zat goitrogenik. Selain itu juga berperan faktor genetik dan distribusi usia dalam populasi tersebut. Diseluruh dunia penyebab hipotiroidisme terbanyak adalah akibat kekurangan iodium. Sementara itu dinegara-negara dengan asupan iodium yang mencukupi, penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun. Di daerah endemik, prevalensi hipotiroidisme adalah 5 per 1000, sedangkan prevalensi hipotiroidisme subklinis sebesar 15 per 1000.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum :
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk :
a. Mengetahui dan memahami mengenai definisi penyakit hipotiroidisme.
b. Mengetahui dan memahami mengenai gambaran hipotiroidisme.
c. Mengetahui dan memahami mengenai penyebab penyakit hipotiroidisme.
d. Mengetahui dan memahami mengenai patofisiologi penyakit hipotiroidisme.
e. Mengetahui dan memahami mengenai gejala dan diagnosa penyakit hipotoroidisme.
f. Mengetahui dan memahami mengenai penatalaksanaan selama kehamilan.
2. Tujuan khusus :
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk :
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Medical Science.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid terutama tiroksin (T4) dan triiodothyronine (T3). Kedua hormon ini penting karena mereka ada di hampir setiap sel tubuh dan membantu dalam mengatur metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.
Hipotiroidisme terjadi karena penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan tubuh akan hormon-hormon tiroid.
Jenis Hipotiroidisme
Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme mengalami hipotiroidisme primer atau tiroidal yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri. Apabila disfungsi tiroid disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis hipotalamus atau keduanya hipotiroidisme sentral (hipotiroidisme sekunder) atau pituitaria, maka disebut hipotiroidisme tersier.
1. Primer
Goiter : Tiroiditis Hashimoto, fase penyembuhan setelah tiroiditis, defisiensi yodium
Non-goiter : destruksi pembedahan, kondisi setelah pemberian yodium radioaktif atau radiasi eksternal, agenesis, amiodaron
2. Sekunder : kegagalan hipotalamus (↓ TRH, TSH yang berubah-ubah, ↓ T4 bebas) atau kegagalan pituitari (↓ TSH, ↓ T4 bebas)
B. Gambaran Anatomi Hipotiroidisme
C. Etiologi
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negative oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
Sejauh ini penyebab hipotiroidisme tersering di Amerika Serikat adalah gangguan autoimun yang dikenal sebagai tiroiditis Hashimoto. Penyebab umum hipotiroidisme disebutkan dalam tabel berikut:
Penyebab Hipotiroidisme
Primer
Tiroiditis autoimun (tiroiditis Hashimoto)
Radiasi kepala atau leher
Terapi radioion untuk penyakit Graves
Tiroidektomi
Defisiensi yodium
Pengobatan (misal litium, amiodaron, tiourea, interferon alfa, interleukin)
Skleroderma
Amiloidosis
Defek enzim
Sekunder
Penyakit hipofisis
Penyakit hipotalamus
Penyebab hipotiroidisme tersering antara lain:
1. Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis autoimun, terjadi akibat adanya autoantibodi yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal. Penyebab tiroiditis autoimun tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetik untuk mengidap penyakit ini. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi. Tubuh menyerang kelenjar tiroid karena menganggapnya sebagai sel asing sehingga pada akhirnya sel-sel dalam kelenjar tiroid mati dan tidak dapat menghasilkan hormon tiroid. Mengapa ini terjadi, belum diketahui, tetapi sering diturunkan dalam keluarga dan berkaitan dengan penyakit autoimun lainnya seperti diabetes tipe 1 dan lupus atau sindrom sjogren;
2. Mengalami kehilangan jaringan tiroid. Biasanya terjadi secara sekunder akibat penyinaran (radiasi) atau operasi kelenjar tiroid yang dilakukan sebagai pengobatan hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme.
3. Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodium terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam usaha untuk menyerap sernua iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik. Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa). Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di negara terbelakang.
4. Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat meningkatkan risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.
5. Adanya kelainan kongenital, yaitu bayi yang lahir tanpa kelenjar tiroid atau kelenjar tiroidnya tidak berfungsi normal; dan
6. Mengonsumsi obat-obatan, contohnya lithium yang sering digunakan untuk terapi gangguan mood.
Hipotiroidisme lebih sering terjadi diantara wanita daripada pria, dan insidennya meningkat sejalan pertambahan usia. Riwayat keluarga yang positif juga meningkatkan resiko seseorang. Menguji wanita berusia 50 tahun atau lebih dan mereka dengan profil lipid tidak normal adalah pertimbangan yang masuk akal, prevalensi penyakit ini pada orang tua mungkin mencapai 10 %.
Kondisi hipotiroid dapat diakibatkan oleh penyebab primer, dari kegagalan kelenjar memproduksi hormon yang adekuat, atau sekunder, dari penyakit hipofisis atau hipotalamus. Dalam hipotiroid primer, TSH akan meningkat. Jika asal masalahnya diantara aksis hipotalamus-hipofisis, TSH akan rendah.
D. Patofisiologi
Patofisiologi hipotiroidisme didasarkan atas masing-masing penyebab yang dapat menyebabkan hipotiroidisme, yaitu :
1. Hipotiroidisme sentral (HS)
Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena adanya kegagalan hipofisis, maka disebut hipotiroidisme sekunder, sedangkan apabila kegagalan terletak di hipothalamus disebut hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena tumor hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya karena desakan tumor, gangguan virus, sakit kepala, tetapi juga karena produksi hormon yang berlebih (ACTH penyakit Cushing, hormon pertumbuhan akromegali, prolaktin galaktorea pada wanita dan impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon akibat desakan tumor hipofisis lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain, dan TSH.
2. Hipotiroidisme Primer (HP)
Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang akibat anatomi kelenjar. Jarang ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak dari hipotiroidisme kongenital di negara barat. Umumnya ditemukan pada program skrining massal. Kerusakan tiroid dapat terjadi karena, 1. Operasi, 2. Radiasi, 3. Tiroiditis autoimun, 4. Karsinoma, 5. Tiroiditis subakut, 6. Dishormogenesis, dan 7. Atrofi
Pascaoperasi. Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal atau total. Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan hipotiroidisme. Strumektomi subtotal M. Graves sering menjadi hipotiroidisme dan 40% mengalaminya dalam 10 tahun, baik karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang mendasarinya.
3. Pascaradiasi.
Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan lebih dari 40-50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI pada nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar <5%. Juga dapat terjadi pada radiasi eksternal di usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun tergantung juga dari dosis radiasi.
Tiroiditis autoimun. Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan antibodi antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin, Atg-Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Faktor predisposisi meliputi toksin, yodium, hormon (estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi kortikosteroid), stres mengubah interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada kasus tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis Hashimoto tidak permanen.
4. Tiroiditis Subakut (De Quervain).
Nyeri di kelenjar/sekitar, demam, menggigil. Etiologi yaitu virus. Akibat nekrosis jaringan, hormon merembes masuk sirkulasi dan terjadi tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme sepintas.
5. Dishormogenesis.
Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses hormogenesis. Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat maka kasus sudah dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada defek ringan, baru pada usia lanjut.
6. Karsinoma.
Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat jarang.
7. Hipotiroidisme sepintas.
Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40% kasus mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi substitusi. Pada neonatus di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka beresiko mengalami gangguan perkembangan saraf.
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat pengangkatan kelenjar tiroid dan pada pengobatan tirotoksikosis dengan RAI. Juga terjadi akibat infeksi kronis kelenjar tiroid dan atropi kelenjar tiroid yang bersifat idiopatik.
Prevalensi penderita hipotiroidisme meningkat pada usia 30 sampai 60 tahun, empat kali lipat angka kejadiannya pada wanita di bandingkan pria. Hipotiroidisme kongenital di jumpai satu orang pada empat ribu kelahiran hidup.
Jika produksi hormon tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya sebagai respons terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh. Proses metabolik yang dipengaruhi antara lain :
a. Penurunan produksi asam lambung (aclorhidia)
b. Penurunan motilitas usus
c. Penurunan detak jantung
d. Gangguan fungsi neurologik
e. Penurunan produksi panas
Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosklerosis Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga pleura, cardiak dan abdominal sebagai tanda dari mixedema. Pembentukan eritrosit yang tidak optimal sebagai dampak dari menurunnya hormon tiroid memungkinkan klien mengalami anemi.
E. Gejala dan Diagnosa
Spektrum gambaran klinik hipotiroidisme sangat lebar, mulai dari keluhan cepat lelah atau mudah lupa sampai gangguan kesadaran berat (koma miksedema). Dewasa ini sangat jarang ditemukan kasus-kasus dengan koma miksedema. Gejala yang timbul pada penderita hipotiroidisme antara lain ekspresi wajah menjadi tumpul, suara serak dan berbicara menjadi lambat, kelopak mata menutup, mata dan wajah menjadi bengkak.
Banyak penderita hipotiroidisme mengalami penambahan berat badan, sembelit, dan tidak tahan terhadap cuaca dingin. Rambut menjadi tipis juga kasar dan kering, kulit menjadi kasar, kering, bersisik, dan menebal. Banyak penderita yang mengalami sindrom terowongan karpal. Denyut nadi melambat, telapak tangan dan telapak kaki tampak agak oranye (karotenemia), dan alis mata bagian samping mulai rontok.
Beberapa penderita hipotiroidisme, terutama yang berusia lanjut, menjadi pelupa, bingung bahkan pikun. Apabila tidak diobati, pada akhirnya akan terjadi anemia dan gagal jantung. Keadaan ini dapat berkembang menjadi koma (koma miksidema). Pada keadaan ini, pernafasan menjadi lambat, penderita mengalami kejang, dan aliran darah ke otak berkurang.
Organ / Sistem Organ Gejala/Keluhan/Kelainan
Kardiovaskuler Bradikardia
Gangguan kontraktilitas
Penurunan Curah jantung
Kardiomegali (paling banyak disebabkan oleh efusi perikard)
Respirasi Sesak dengan aktivitas
Gangguan respon ventilasi terhadap hiperkapnia dan hipoksia
Hipoventilasi
Sleep apnea
Efusi Pleura
Gastrointestinal Anoreksia
Penurunan peristaltik usus
konstipasi kronik, impaksi feses dan
ileus
Ginjal (air dan elektrolit) Penurunan laju filtrasi ginjal
Penurunan kemampuan ekskresi kelebihan cairan ¬-> intoksikasi
cairan dan hiponatremia
Hematologi Anemia, disebabkan:
Gangguan sintesis hemoglobin karena defisiensi tiroksin
Defisiensi besi karena hilangnya besi pada menoragia dan
gangguan absorbsi besi
Defisiensi asam folat karena gangguan absorbsi asam folat
Anemia pernisiosa
Neuromuscular Kelemahan otot proksimal
Berkurangnya refleks
Gerakan otot melambat
Kesemutan
Psikiatri Depresi
Gangguan memori
Gangguan kepribadian
Endokrin Gangguan pembentukan estrogen gangguan ekskresi FSH dan
LH, siklus anovulatoar, infertilitas, menoragia
Koma miksedema merupakan salah satu keadaan klinis hipotiroidisme yang jarang dijumpai dan merupakan merupakan keadaan yang kritis dan mengancam jiwa. Terjadi pada pasien yang lama menderita hipotiroidisme berat tanpa pengobatan sehingga suatu saat mekanisme adaptasi tidak dapat lagi mempertahankan homeostasis tubuh. Koma miksedema ditegakkan dengan :
1. Tanda dan gejala klinis keadaan hipotiroidisme dekompensata.
2. Perubahan mental, letargi, tidur berkepanjangan (20 jam atau lebih).
3. Defek termoregulasi, hipotermia.
4. Terdapat faktor presipitasi : kedinginan, infeksi, obat-obatan (diuretik, tranguilizer, sedatif, analgetik), trauma, stroke, gagal jantung, perdarahan saluran cerna.
Pemeriksaan fisik menunjukkan tertundanya pengenduran otot selama pemeriksaan refleks. Penderita tampak pucat, kulitnya kuning, pinggiran alis matanya rontok, rambut tipis dan rapuh, ekspresi wajahnya kasar, kuku rapuh, lengan dan tungkainya membengkak serta fungsi mentalnya berkurang. Tanda-tanda vital menunjukkan perlambatan denyut jantung, tekanan darah rendah dan suhu tubuh rendah. Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran jantung. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya menunjukkan kadar T4 yang rendah dan kadar TSH yang tinggi.
Hipotiroidisme umumnya lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan angka kejadian hipotiroidisme primer di Amerika adalah 3,5 per 1000 penduduk untuk wanita dan 0,6 per 1000 penduduk untuk pria. The Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) yang melakukan survey pada 17.353 individu yang mewakili populasi di Amerika Serikat melaporkan frekuensi hipotiroidisme sebesar 4,6% dari populasi (0,3% dengan klinis jelas dan 4,3% sub klinis). Lebih banyak ditemukan pada wanita dengan ukuran tubuh yang kecil saat lahir dan indeks massa tubuh yang rendah pada masa kanak-kanak. Dan prevalensi hipotiroidisme ini lebih tinggi pada ras kulit putih (5,1%) dibandingkan dengan ras hispanik (4,1%) dan Afrika-Amerika (1,7%). Hipotiroidisme merupakan suatu penyakit kronik yang sering ditemukan di masyarakat. Diperkirakan prevalensinya cukup tinggi di Indonesia mengingat sebagian besar penduduk bermukim didaerah defesiensi iodium. Sebaliknya di negara-negara Barat, penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun. Gejala-gejala klinis hipotiroidisme sering tidak khas, juga dapat ditemukan pada orang normal atau penyakit-penyakit lain, maka untuk menegakkan diagnosisnya perlu diperiksa fungsi tiroid. Pemeriksaan faal tiroid yang sudah tervalidasi adalah kadar TSH dan FT4 (Free Thyroxine). Kesalahan dalam mendiagnosis hipotiroidisme dapat berakibat berbagai efek yang tidak diinginkan oleh terapi hormon tiroid, sementara penyakit dasar yang sebenarnya tidak terdiagnosis. Tindakan operasi pada pasien dengan penyakit tiroid hampir semua bersifat elektif, mengingat risiko kematian perioperatif meningkat pada pasien dengan penyakit tiroid yang tidak terkontrol atau tidak terdiagnosis. Selain pengaruhnya yang dominan pada sistem kardiovaskular, hipotiroidisme juga mempengaruhi pemberian obat-obat anestesi akibat peningkatan atau penurunan bersihan dan volume distribusi obat pada kondisi hipometabolisme.
F. Penatalaksanaan selama Kehamilan
PENANGANAN UMUM
• Berkaitan dengan tingginya angka kejadian infertilitas, wanita dengan hipotiroid lebih banyak ditatalaksana untuk hamil.
• Angka keberhasilan fertilitas sangat rendah.
• Penatalaksanaan kasus ini lebih banyak ke arah peningkatan kualitas hidup wanita secara umum.
• Penanganan dilakukan secara interdisipliner.
PENILAIAN KLINIK
• Gejala umum yang ditemukan adalah kelelahan, anoreksia dan berat badan yang cenderung menurun.
• Sekitar 5% dari kasus hipotiroid, tidak menunjukkan peningkatan antibodi mikrosomal, anti trogobulin, penghambat TSH, pemicu pertumbuhan dan sitotoksik.
• Kadar T4 serum dan T4 bebas di bawah normal dan diagnosis hipotiroid mengandalkan pengukuran konsentrasi TSH dan kadar T3 serta T4.
• Pada pemeriksaan kulit terasa kasar, kering dan dingin. Suara agak tinggi, kadang-kadang terdengar ronkhi. Reflkeks fisiologis, daya pikir dan bicara agak lambat. Sering dijumpai retensi cairan pada jaringan longgar. Pada kondisi yang berat¸dapat timbul hipotermia, hipoventilasi, bradikardia, amenorea dan depresi.
Gejala tiroiditis Hashimoto acapkali menjadi lebih baik. Akan tetapi, peningkatan produksi TSH dapat menimbulkan pembesaran kelenjar hipofise. Kehamilan pada wanita dengan hipotiroidisme yang tidak diobati akan menghadapi resiko yang lebih besar untuk mengalami abortus dan prematuritas, kendati keadaan ini dapat disebabkan oleh peningkatan kerentanan yang mnyertai penyakit tersebut terhadap serangan infeksi (Fitzgerald, 1995). Perkembangan neurologis neonatus yang subnormal dan IQ yang rendah pada bayi berkaitan dengan hipotiroidisme yang tidak diobati pada kehamilan (Hague, 1995). Hipertensi karena kehamilan merupakan komplikasi yang terjadi pada 22-24 persen kehamilan yang dialami oleh wanita dengan hipotiroidisme (Mantoro, 1997). Sebagian gambaran hipotiroidisme (kenaikan berat badan, perasaan lelah, letargi, konstipasi, goitre, retensi cairan, gangguan daya ingat, dan nyeri persendian) mudah dikelirukan dengan kehamilan yang normal; karena itu, TFT (tes faal tiroid) sangat penting untuk menegakkan diagnosis. (Pada hipotiroidisme, TSH akan meninggi dan konsentrasi tiroid bebas menurun).
Hipotiroidisme diobati dengan terapi sulih hormon tiroksin. Jika pasien mendapatkan preparat tiroksin dengan dosis berlebihan, tanda dan gejala hipertiroidisme akan muncul. Tiroksin tidak melintasi plasenta. Walaupun sebagian penulis menyatakan bahwa kebanyakan wanita yang berada dalam keadaan eutiroid pada saat terjadinya pembuahan tidak memerlukan pengaturan dosis selama kehamilan (Girling, 1996), namun sebagian lainnya menekankan pentingnya pemantauan fungsi tiroid secara teratur dan memperkirakan terjadinya peningkatan kebutuhan tiroksin selama kehamilan (Monotoro, 1997). Ensefalopati neonatal dengan gejala sisa yang permanen dapat terjadi lebih sering pada ibu hamil denagn hipotiroidisme yang tidak mendapatkan pemantauan secara teratur selama kehamilannya (Badawi et al, 2000). Dianjurkan untuk melakukan minimal satu kali TFT yang penuh dalam setiap trimester (Hague, 1995).
Ibu hamil dengan hipotiroidisme biasanya sensitif terhadap preparat oploid dan dapat jatuh ke dalam keadaan stupor atau meninggal dunia jika diberikan preparat oploid dengan dosis rata-rata, misalnya 50 mg petidin, untuk meredakan rasa nyeri dalam persalinan (Malseed et al, 1995)
Hipotiroidisme akan disertai dengan depresi postpartum yang dapat terjadi setiap saat dalam waktu satu tahun sesudah melahirkan (Campbell & Lees, 2000). Pemberian ASI bukan kontraindikasi untuk terapi sulih hormon tiroid.
Tes faal tiroid (TFT) diperlukan pada wanita dengan depresi postpartum mengingat keadaan hipotiroidisme dapat diatasi dengan mudah.
Hipotiroidisme yang tidak diobati akan menyebabkan kegagalan dalam pemberian ASI (laktasi). Jika keadaan ini dicurigai, TFT harus dilakukan.
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena. Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormon tiroid buatan T4. Bentuk yang lain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan). Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita. Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon tiroid. Apabila penyebab hipotiroidisme berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid terutama tiroksin (T4) dan triiodothyronine (T3). Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus Spektrum gambaran klinik hipotiroidisme sangat lebar, mulai dari keluhan cepat lelah atau mudah lupa sampai gangguan kesadaran berat (koma miksedema). Jika fungsi tiroid terkontrol dengan baik, hasil akhir kehamilan cenderung baik pula. Akan tetapi, penyakit tiroid yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan retardasi pertumbuhan intrauteri, partus prematurus, peningkatan mortalitas perinatal atau kelainan kongenital.
B. Saran
Profesional kesehatan termasuk bidan harus memahami berbagai manifestasi kelainan tiroid yang sering membingungkan, dan melaksanakan pemeriksaan fungsi tiroid segera.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, Mutaroh., Zely Indahaan.,dkk. 2010. Ensiklopedi kesehatan untuk umum. Jogjakarta: Ar-ruzz Media
Jordan, Sue. 2002. Farmakologi Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Varney, Helen.,dkk. 2003. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
http://yayansrisuryani09157.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-klien-dengan_26.html
http://medicastore.com/penyakit/125/Hipotiroidisme.html
yayansrisuryani09157.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar